Orang Bali
Sifat dan Kebiasaan Orang Bali
Menyuguhkan Sesuatu yang Beda
Begitu Anda menginjakkan kaki ke Pulau Dewata, pasti akan terasa sesuatu hal yang berbeda dan unik. Hal ini karena ada begitu banyak ciri khas yang membedakan Bali dengan daerah lainnya. Salah satunya ada sapi Bali.
Dilansir dari laman Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, sapi Bali merupakan sapi asli dan murni Indonesia, merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng). Salah satu ciri yang paling mudah diamati yakni bentuk badan yang kompak padat, sintal, dan tidak berpunuk. Warna bulu badan sapi betina dan pedet atau godel jantan maupun betina berwarna merah bata. Sedangkan sapi jantan berwarna hitam.
"Itu kan sudah keistimewaan. Sapi Bali itu sapi unik, kemudian ada jalak Bali, hanya Bali yang punya. Nah itulah keunikan-keunikan bali, jadi yang membuat orang senang kembali menikmati Bali itu karena keunikannya. Ditambah mungkin juga senyum orang Bali beda dengan orang Jawa, Bandung, atau Surabaya," ceritanya sambil tertawa kecil.
Nyiramin, prosesi memandikan jenazah
Saat orang meninggal, jenazahnya terlebih dahulu disemayamkan di kamar yang ada di rumah orang tersebut. Sebelum jenazah diupacarai, keluarga dan warga setempat akan memandikan jenazah yang disebut dengan prosesi nyiramin (memandikan jenazah). Dikutip dari laman Bali.kemenag.go.id, untuk memandikan jenazah ini memiliki tata cara tersendiri dan beberapa sarana upacara.
Prosesi nyiramin dilakukan di halaman rumah. Jenazah dikeluarkan dari tempat disemayamkan sebelumnya menuju ke tempat untuk memandikan yang disebut pepaga. Pepaga terbuat dari bambu yang memiliki bentuk seperti tempat tidur seukuran jenazah. Jenazah akan dibersihkan, kemudian dikenakan pakaian yang bersih.
Keluarga orang yang telah meninggal akan menghaturkan sembah bhakti agar perjalanan roh atau atma orang yang meninggal diberikan kelancaran menyatu dengan Sang Penguasa. Setelah prosesi selesai, akan dilanjutkan dengan prosesi yang disebut dengan ngeringkes. Ngeringkes ini untuk membungkus jenazah dengan kain putih dan beberapa sarana lainnya.
Setelah prosesi ngeringkes, dilanjutkan dengan menaruh jenazah di bale dangin atau bale upacara (bangunan khusus untuk melaksanakan upacara yang biasanya terletak di bagian Timur area rumah). Saat jenazah disemayamkan di bale dangin atau bale upacara, keluarga atau orang-orang terdekat menghaturkan punjung atau disebut memunjung. Memunjung ini simbol menghaturkan makanan kepada roh atau arwah orang yang telah meninggal tersebut.
Keindahan Alam yang 'Nyeni'
Bicara soal keindahan alam, sudah tak diragukan lagi. Bali memang selalu jadi tujuan berwisata. Mulai dari pantainya, beberapa bangunan yang kental dengan budaya Bali, hingga wisata kulinernya. Seolah tak ada habisnya membicarakan keindahan Bali, bahkan keindahan daerahnya pun menyimpan seni.
Lihat saja keberadaan Pura dan bagaimana penduduk setempat menjalani hidup dengan sajian alamnya. Seolah mereka saling berintegrasi, antara keindahan alam, kebudayaan, dan cara mereka menjalani hidup.
"Sesuatu yang mampu membuat turis kembali datang ke Bali itu tak melulu keindahannya. Tapi tradisinya, kebiasaannya, kebudayaan mereka itu sudah kesenian. Orang Bali saban hari itu berkesenian. Menurut saya orang yang paling hidup dengan kesenian itu hanya orang Bali. Jangan dilawan deh orang Bali," ujar Gde Aryantha sembari tertawa.
Ada Akulturasi Budaya dan Agama
Desa Pegayaman adalah desa dengan mayoritas penduduk beragama Islam, di tengah lingkungan masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Dalam buku Bali Menggugat oleh Putu Setia, diceritakan bahwa mereka tetap mempertahankan tradisi Bali. Mereka juga tetap menggunakan nama-nama asli Bali seperti Wayan, Nengah, Ketut, Made, sebagai nama khas orang Bali sesuai urut kelahiran.
Salah satu budaya yang masih dipertahankan yakni Ngejot, membawa makanan ke tetangga sebagai sarana silaturahmi. Hal ini dilakukan pada bulan-bulan puasa. Penduduk setempat masih memegang teguh tradisi Bali selama tidak melanggar keyakinan beragama, terlebih jika itu berbagi dengan orang lain.
Selain itu ada pula tradisi Muludan sebagai perayaan lahirnya Nabi Muhammad, warga Pegayaman mulai membuat ogoh-ogoh (patung raksasa yang biasa dipakai umat Hindu dalam menyambut Hari Raya Nyepi) yang kemudian diarak warga.
Nah detikers, itulah tadi penjelasan lengkap mengenai kebiasaan orang Bali yang jadi ciri khas dan daya tarik bagi para wisatawan. Sungguh unik dan membanggakan ya? Kini tak heran mengapa Bali selalu jadi primadona dalam wisata.
Kematian adalah lingkaran kehidupan yang harus dilalui setiap orang. Artikel kali ini akan membahas mengenai prosesi yang dilakukan saat seseorang meninggal di Bali menurut Hindu. Hindu percaya, bahwa roh orang yang meninggal harus diupacarai agar bisa menyatu kepada Sang Pencipta.
Selain Ngaben atau upacara pembakaran jenazah, ada beberapa prosesi atau tradisi yang dilakukan di Bali. Berikut ini adalah beberapa tradisi atau prosesi orang meninggal di Bali.
Baca Juga: Mengenal Ngaben Tikus di Tabanan dan 4 Tradisi Unik Lainnya
Baca Juga: Makna Upacara Ngulapin saat Orang Bali Terkena Musibah
Dewa Tertinggi Orang Hindu Bali
semakin banyaknya film Itihasa dan purana dipertontonkan di indonesia, menyebabkan kebingungan beberapa umat hindu bali yang sedang "mencari jati diri" dan mencari pembenaran atas keyakinannya. kejadian ini menjadi semakin goyangnya keyakinan gama tirtha dibali, karena beberapa umat tersebut mulai mengesampingkan ajaran dari mpu kuturan, yang telah berjuang mempersatukan sekte/sampradaya yang dulunya banyak berkembang di Bali.
bila dipikir kembali, mungkinkah umat hindu bali kembali mundur pemahaman agama hindunya?
dari mendalami ajaran universal hindu melompat mundur mempelajari sekte-sekte yang diidolakan. bukankah sekte tersebut bagian dari hindu? inilah yang aneh bin ajaib yang terjadi dibali.
orang-orang beramai-ramai memuja dewa-dewanya, dan mengesampingkan local-genius yang sudah mengakar sebagai konsep hindu yang universal.
dengan memuja satu dewa tertinggi dan menggapnya sebagai tuhan, bukankah itu sudah menyalahi dasar keimanan hindu sendiri?
mohon diingat, bahwa pokok-pokok keimanan hindu adalah percaya dengan adanya Tuhan, Atma, Karmaphala, Punarbhawa, dan Moksa.
sudah jelas yang tertinggi itu TUHAN bukan DEWA... entah apapun nama dewanya, entah disebut dewata... semua itu masih ciptaan Tuhan, semua itu
yang sama-sama memperjuangkan kebaikan menurut versinya masing-masing.
selama masih ada dalam lingkup hukum karma, tidaklah wajar kalau kita menyambah satu dewa tertinggi dan menganggapnya tuhan.
bila ada pernyataan yang mengatakan, beliau adalah sinar suci tuhan, yang memberikan pemahaman agama dan bla bla bla... mohon diingat, sinar suci beliau memang dewa, TETAPI bukan pada satu dewa saja... mungkin semeton hindu LUPA, kalau TUHAN menciptakan ATMA dan KARMA untuk kita... sinar suci TUHAN tersebut bukankah disesuaikan dengan fungsinya masing-masing (manifestasi), kalau begitu, mungkinkah ada sinar besar (utama) dan senar yang kecil?
mari pahami bersama.... Dewa itu diciptakan berdasarkan fungsi pokoknya...
kenapa? karena beliau itu sebenarnya hanya satu saja... orang bijak yang menyebutnya dengan banyak nama, lupakah semeton dengan hal itu..?
karena, DEWA merupakan sinar suci berdasarkan fungsi, hendaknya semeton sama menyembah/memujanya untuk memperoleh apa tujuan utama hidup anda semua.
kenapa harus demikian?
apakah salah jika, misalnya: saya suka krisna karena beliau menurunkan bhagawadgita.. atau saya pemuja siwa karena dibali aliran terbesar adalah siwasidhanta?
tujuan agama hindu adalah "moksatam jagathita ya ca iti dharma"
arti kasarnya adalah..
moksa merupakan tujuan agama tertinggi, tetapi saat ini carilah kebahagiaan hidup (jagathita), penuhilah kewajibanmu, bahagiakan orang-orang yang kamu cintai tetapi semua itu harus berdasarkan dharma.
lo, bagaimana caranya?
banyak cara, bisa dilihat dari sisi Catur Asrama yang diselaraskan dengan Catur Purusa Artha dan Catur warna yang diselaraskan dengan Catur Purusa Artha.
Ngulapin, prosesi untuk roh orang yang meninggal
Jika seseorang meninggal di luar rumah, maka keluarga akan melakukan prosesi atau upacara ngulapin. Seperti yang pernah diulas Bali.idntimes.com, upacara ngulapin bertujuan untuk menuntun roh kembali ke asalnya. Contoh, jika seseorang meninggal di rumah sakit atau meninggal karena kecelakaan, maka keluarga akan melakukan upacara ngulapin di tempat orang tersebut meninggal.
Umat Hindu percaya, saat orang meninggal karena kecelakaan atau meninggal di suatu tempat, rohnya masih berada di tempat tersebut atau meminjam istilah umumnya bergentayangan. Upacara ngulapin inilah yang akan menuntun roh tersebut pulang ke tempat badan kasarnya disemayamkan, yang kemudian akan dilakukan prosesi ngurug maupun ngaben.
Punya Ciri Khas pada Kediamannya
Jika mungkin ada pendapat bahwa orang Bali sampai menyiapkan kamar kosong untuk tamu menginap, hal ini dibantah oleh Gde Aryantha. Ia mengatakan bahwa orang Bali justru tidak punya kamar atau ruang tersendiri untuk tamu.
"Kalau melihat rumah-rumah orang Bali di Desa, tradisi yang asli tidak ada ruang tamunya. Jadi kalau datang ke tempat saya, kampung halaman saya yang masih tradisi Bali, penataan pekarangan ya tidak ada ruang tamu," ungkapnya.
Hal ini justru jadi ciri khas yang lagi-lagi menjadi keunikan. Sekarang, beberapa rumah sudah mengusung tema modern sehingga sudah lebih ditata. Disampaikan oleh Gde Aryantha, bahwa sebetulnya tidak adanya ruang untuk tamu juga ditemukan di beberapa rumah adat salah satunya Joglo.
"Bisa mengkaji arsitektur Bali. Arsitektur Bali tidak mengenal ruang untuk tamu, kamar tamu pun enggak ada. Jadi tamu diterima tapi di halaman, di bangunan yang sudah ada, di depan dapur, dan yang lainnya. Tidak ada khusus ruang tamu untuk menerima tamu," kuaknya.
Memegang Kuat Tradisi
Tak dipungkiri, Bali yang dikunjungi oleh banyak pendatang membuat Pulau Dewata mudah terpapar tradisi luar. Salah satunya modernisasi pada arsitektur rumah, keberadaan ruang tamu merupakan adaptasi dari peradaban Barat.
Kebiasaan makan pakai sendok juga merupakan adaptasi dari budaya penjajah, sebab diterangkan oleh Gde Aryantha bahwa orang Bali sejak dulu makan dengan posisi jongkok dengan meja yang rendah. Hal ini merupakan keunikan sebuah tradisi yang masih ada hingga sekarang namun tak banyak lagi dilakukan.
"Jadi Bali itu disukai di dunia karena unik dan otentik, tidak ada di dunia. Itu selalu saya bilang di buku-buku saya. Dalam kehidupan modern, orang Bali jelas ada yang terbawa pengaruh Barat. Tapi semua tergantung pola pikir, sehingga bisa membedakan mana yang sekiranya mampu memajukan peradaban," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa orang Bali itu kuat dengan tradisi, hal inilah yang menjadi benteng. Sehingga meskipun ada budaya Barat yang masuk, tetap orang Bali mampu menjaga tradisinya.
"Misalnya kesenian Barong, itu kan ada barongsai. Ornamen-ornamen ukiran-ukiran itu kan pengaruh cina, pengaruh mesir ada juga. Tapi kehebatannya orang Bali sebagai makhluk seni, yang mereka terima itu mereka create menjadi suatu yang baru. Sehingga ketika mereka masuk ke ranah tradisi, mereka jadi disiplin, jadi baik. Itu juga suatu yang unik, bagaimana pengaruh luar tidak sampai masuk ke jantung, ke intinya. Cuma di permukaan saja," pungkas Gde Aryantha.
Megebagan, bermalam di rumah duka
Megebagan adalah kegiatan sosial yang dilakukan oleh warga banjar saat ada warganya yang meninggal. Selama megebagan, warga akan datang secara bergiliran di malam hari ke rumah duka. Megebagan sebagai cara untuk mendukung keluarga yang sedang berduka.
Tidak ada kegiatan khusus yang dilakukan saat megebagan. Warga hanya datang untuk berkumpul, saling mengobrol, dan lainnya. Megebagan juga menjadi ajang untuk mempererat rasa persaudaraan sesama warga banjar di Bali.
Megebagan akan dimulai saat jenazah telah berada di rumah duka. Pemimpin banjar atau kelian akan memberikan informasi kepada warganya bahwa ada seorang warga yang meninggal. Biasanya Megebagan selesai selama dua atau tiga hari setelah jenazah dikubur.
Umat Hindu percaya akan adanya hari baik dalam melakukan kegiatan sehari-hari, terutama yang berhubungan dengan upacara. Oleh karena itu, setelah ada orang yang meninggal, keluarga beserta pengurus banjar akan mencari hari baik untuk menentukan kapan rentetan prosesi-prosesi di atas dilaksanakan. Tata cara pelaksanaan, sarana upacara, dan sebagainya memiliki perbedaan antara satu desa dengan desa lainnya. Semuanya menyesuaikan kebiasaan dan adat istiadat desa setempat.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Bisnis.com, DENPASAR – Bali sebagai destinasi pariwisata yang dikembangkan sejak puluhan tahun lalu telah menghidupkan bisnis akomodasi hotel dan restoran secara masif. Banyak investor dari dalam dan luar negeri yang membangun hotel mewah di Bali, mulai dari investor yang memiliki reputasi internasional seperti Marriott Group, Aston International dan lainnya.
Selain investor besar, ternyata ada juga putra daerah Bali yang memiliki hotel mewah sejak puluhan tahun lalu. Berikut daftar hotel mewah yang dimiliki oleh orang Bali.
Griya Santrian atau Santrian Group merupakan induk dari sejumlah hotel dan resort bintang lima yang tersebar di Sanur hingga Nusa Dua. Griya Santrian dirintis oleh Ida Bagus Tjentana Putra atau yang dikenal juga dengan nama Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung, nama ini juga sekaligus menandakan bahwa pendiri Griya Santrian ini seorang tokoh spiritual Bali.
Griya Santrian mulai beroperasi pada 1972 di kawasan pariwisata Sanur tepatnya di Jalan Danau Tamblingan no.47, Sanur. Berada di pesisir pantai Sanur yang Indah, Griya Santrian cepat berkembang dan menjadi tempat menginap para wisatawan mancanegara, terutama dari Australia dan Eropa.
Setelah berkembang, Griya Santrian kemudian memperlebar sayap dengan membangun dua resort di Sanur dan Nusa Dua. Di Sanur dibangun resort mewah dengan nama Puri Santrian, resort ini berada di Jalan Cemara no.35 Sanur, Denpasar. Kemudian di Jalan Pratama, Tanjung Benoa, Nusa Dua dibangun The Royal Santrian yang menawarkan pemandangan Indah pantai Benoa melalui resort dan villa yang mewah.
Ciri khas resort dan villa Santrian Group yakni kental dengan nuansa Bali, terlihat dari bangunan resort dan villa mereka di tiga tempat tersebut. Saat ini Santrian Group dijalankan oleh generasi kedua dan ketiga dari pewaris Ida Bagus Tjentana. Salah satu pemegang saham Griya Santrian adalah Ida Bagus Agung Partha Adnyana yang menjabat sebagai ketua Bali Tourism Board (BTB)
Tjampuhan Group merupakan perusahaan hotel yang didirikan oleh keluarga Puri Ubud, sebuah puri atau kerajaan yang eksis masih sekarang. Wakil Gubernur Bali saat ini, Ida Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau yang akrab disapa Tjok Ace, merupakan pemilik Tjampuhan Group.
Cikal bakal hotel Tjampuhan sudah dirintis oleh ayah Tjok Ace yang bernama Tjokorda Gde Agung Sukawati sejak 1960, keluarga puri Ubud awalnya hanya membangun 12 kamar untuk keperluan pertemuan para tokoh hindu saat itu yang tergabung dalam PHDI. Namun karena berada di kawasan pariwisata Ubud, hotel Tjampuhan menjadi daya tarik bagi wisatawan saat itu. Akhirnya keluarga Puri Ubud terus mengambangkan hotel Tjampuhan Ubud hingga memiliki 80 kamar.
Hotel ini berada di Jalan Raya Campuhan Ubud, Gianyar. Dibawah kendali Tjok Ace, bisnis hotel semakin berkembang, Tjok Ace kemudian mendirikan perusahaan dengan nama Tjampuhan Group, sebagai induk hotel, villa, SPA yang dibangun.
Tjampuhan Group saat ini mengelola sejumlah resort selain hotel Tjampuhan, antara lain Royal Pita Maha di Kedewatan, Ubud. Tjok Ace juga membangun restoran mewah dengan nama Bridges Restoran yang berada di Jalan Raya Campuhan, Ubud. Ada juga The Royal Kirana SPA and Wellness yang berada di jalan raya kedewatan, Ubud.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel